BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Kedudukan akhlak dalam kehidupan
manusia sangatlah penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Maju atau mundurnya suatu bangsa tergantung bagaimana akhlaknya.
Jika akhlaknya baik, maka baik pula batinnya, sehingga dapat mewujudkan kehidupan
yang baik pula. Namun, jika akhlaknya buruk, maka buruk pula batinnya, sehingga
dapat menghancurkan tatanan kehidupan bangsa.
Islam sebagai agama yang paripurna
telah memiliki aturan tersendiri untuk mengtur umatnya dalam hal berhubungan,
baik dengan sesama muslim maupun dengan umat lainnya. Oleh karena itu makalah
ini akan kami jelaskan mengenai Konsep Aswaja Tentang Ekonomi dan Politik.
Pergarseran dunia membawa aswaja
pada perubahan yang menuntut aswaja bukan hanya menjadi sebuah madzhab yang
menjadi doktrin kepada para pemeluknya, akan tetapi berkembang menjadi sebuah
pandangan hidup atau dikenal dengan istilah manhaj al fikr. Dengan perubahan
dari waktu ke waktu kontribusi aswaja menjadi sangat mempengaruhi para pemeluknya
dalam beraktifitas dalam keseharian baik dalm aktifitas ekonomi, sosial
politik, maupun kebudayaan secara keselyuruhan kehidupan.
Dari makalah yang akan kami presentasikan kami berharap mampu memberikan
kontribusi yang positif akan gambaran aswaja dimasa yang akan datang yang lebih
dapat diaplikasiskan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara,
aswaja sebagai manhaj al fikr harapan kami dapat memberikan warna pada
kehidupan didunia yang dapat menjadi stabilisator, sekaligus menjadi dinamisator
dan motifator yang nyata.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Aswaja dalam
bidang Ekonomi?
2. Bagaiaman implementasi ajaran
aswaja dalam bidang politik ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep Aswaja Tentang Ekonomi
Islam merupakan agama yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yaitu pada saat Rasulullah SAW berumur 14
tahun. Keadaan bumi sebelum masuknya Islam merupakan keadaan yang amat buruk
dan menggenaskan dimana sebagian dari manusia ada menyembah pohon, batu, patung
(berhala), matahari, bulan dan bintang, bahkan ada yang menyembah sesama
manusia yang mana kesemuanya itu adalah ciptaan Allah SWT. Manusia yang hidup
dimasa itu tidak lagi mempunyai rasa kemanusiaan dan keadilan. Yang kuat akan
semakin berdiri tegak dan ditakuti, sedangkan yang lemah akan semakin
tertindas.
Kebiasaan-kebiasaan manusia pada
saat itu tidak lagi mencerminkan manusia yang mempunyai akal seperti yang telah
diberikan Allah SWT untuk berfikir dan merenungkan karunia dan ni’mat Allah SWT
melainkan akal mereka telah ditundukkan oleh hawa nafsu. Kezaliman terjadi
dimana-mana. Bahkan mereka tega untuk mengubus hidup-hidup anak perempuan yang
baru saja dilahirkan oleh ibunya. Karena mereka menganggap anak perempuan itu
adalah aib bagi mereka.
2. KONSEP RAHMATAN LIL ALAMIN
Islam yang “rahmatan lil ’alamin”
(menjadi rahmat bagi seluruh alam) sering disebut-sebut, menjadi kebanggaan dan
sebagai salah satu ciri keagungan agama Islam. Sejauh ini, konsep itu baru
hanya diartikan bahwa Islam membawa kebaikan, rahmat dan keselamatan bagi lingkungannya.
Belum ada penjabaran bagaimana konsep operasionalnya atau konkretnya bahwa
Islam itu rahmat bagi seluruh alam. Uraian di bawah ini adalah tuntunan
memahami Konsep “rahmatan lil ‘alamin” itu dalam wujudnya yang jelas dan
terukur sehingga bisa dijadikan pedoman dalam mengembangkan dan menyebarkan
Islam yang penuh rahmat itu.
Adapun konsep Islam Rahamtan Lil
Alamin ada lima konsep diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Orang lain ikut menikmatinya
Penyebaran Islam yang orang lain
atau golongan lain ikut menikmatinya. Menikmati apa? Menikmati kebenarannya dan
kebaikannya walau pun mereka bukan Muslim atau tanpa golongan lain tersebut
tidak memeluk Islam. Mereka merasakan Islam itu benar dan baik dari aspek
ajaran dan juga dari sikap atau perilaku pengikutnya yang santun, simpatik,
hormat, saling tolong-menolong, toleran, saling bela, saling melindungi dan
sebagainya. Golongan lain merasakan ketenangan berada di lingkungan Muslim.
Mereka juga ikut menikmati kondisi, situasi, sistem sosial, lingkungan
masyarakat yang dibangun dan diciptakan kaum Muslimin.
2. Orang lain merasakan faedahnya
Selain menikmati kebenaran ajaran
dan kebaikan umatnya, golongan lain juga merasakan faedahnya dari kebenaran,
kebaikan dan kemajuan Islam. Kemajuan yang diraih umat Islam dalam lapangan
atau aspek apa saja terasa faedahnya oleh golongan non-Islam. Misalnya, dunia
ilmu pengetahuan kini memakai angkat 0,1 sampai 9. Angka yang digunakan oleh
dunia internasional ini disebut angka Arab, yang nota-bene adalah Islam, dan
manusia seluruh dunia kini menggunakannya. Umat manusia merasakan faidahnya.
Inilah bukti dari Islam sebagai rahmatan lil ’alamin.
3. Orang lain terangkat martabatnya
Bukti lain yang harus terwujud
dari konsep Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin adalah orang lain terangkat
martabatnya. Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi dan memperjuangkan
kebenaran, menyuguhkan kebaikan dan mendorong kemajuan harus turut mengangkat
martabat orang-orang yang berada di lingkungannya, yaitu lingkungan pengaruh dan
kekuasaannya. Misalnya, kisah Bilal bin Rabbah, budak hitam yang
diperjualbelikan oleh kafir Quraisy kemudian menjadi orang penting Rasulullah
s.a.w SAW setelah dia masuk Islam. Kisah Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah
yang kalah di pengadilan oleh seorang Yahudi biasa yang mencuri baju besi dan
kisah seorang Yahudi yang melapor pada Khalifah Umar dan khalifah memecat
Gubernur Syam karena menggusur rumah si Yahudi tersebut. Kisah ini mengangkat
derajat kemanusiaan non-Muslim karena hukum yang adil melindunginya dari
ketidakadilan.
4. Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin adalah
siapapun sangat membutuhkannya
Islam tidak eksklusif hanya
diperuntukkan untuk umat Islam sendiri tapi untuk seluruh manusia di muka bumi.
Muhammad pun diutus sebagai nabi dan rasul terakhir (khatamun nabiyyin, penutup
para nabi) untuk umat manusia sampai akhir zaman. Ajaran Islam yang luhur dan
agung, harus dirasakan dan dibutuhkan oleh siapapun di muka bumi ini, oleh
orang Islam sendiri dan oleh golongan lain bahkan oleh orang yang tidak
beragama sekalipun. Islam belum menjadi rahmat bagi lingkungan bila golongan
lain tidak membutuhkannya.
5. Bukti rahmat bagi sekalian alam adalah
semua orang harus merasa terbantu oleh Islam
Keagungan Islam harus diwujudkan
dalam kehidupan nyata, dalam akhlak dan prestasi sehari-hari, membawa kebaikan
dan kemajuan, sehingga golongan lain, siapapun, merasa terbantu oleh kemajuan
Islam tersebut. Bukti ini misalnya pernah dibuktikan oleh Islam pada masa The
Golden Age. Perkembangan ilmu pengetahuan seperti matematika, fisika, kimia,
kedokteran, astronomi dan lain-lain yang kini lebih maju di Barat berasal dari
kemajuan yang dicapai oleh dunia Islam yaitu oleh para ilmuwan seperti oleh
Khawarizmi, al-Kindi, Kimiyya, Ibnu Sina dan lain-lain.
3. KONSEP ASWAJA TENTANG EKONOMI
Islam adalah satu-satunya agama
yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta.
Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah.
Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya
titipan dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat
manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah SWT. untuk
dipertanggung jawabkan.
Dalam konsep aswaja tentang
ekonomi, Islam menganjurkan kepada setiap umatnya untuk selalu giat dalam
bekerja dimanapun berada seperti Firman Allah yang berbunyi:
وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ
وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ
تَعۡمَلُونَ ١٠٥
Artinya: “Dan Katakanlah:
"Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang Telah kamu kerjakan.” (Q.S. At-Taubah: 105).
Karena kerja membawa pada
keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw: “Barang siapa diwaktu
sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat
ampunan”. (HR.Thabrani dan Baihaqi).
Segala aturan yang diturunkan
Allah SWT. dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan,
kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan
kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya
adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
4. KONSEP ASWAJA TENTANG POLITIK
Berdirinya suatu negara merupakan
suatu keharusan dalam suatu komunitas umat (Islam). Negara tersebut dimaksudkan
untuk mengayomi kehidupan umat, melayani mereka serta menjaga kemaslahatan
bersama (maslahah musytarakah). Keharusan ini bagi faham Ahlussunnah wal
Jama’ah (Aswaja) hanyalah sebatas kewajiban fakultatif (fardhu kifayah) saja,
sehingga sebagaimana mengurus jenazah
jika sebagian orang sudah mengurus berdirinya negara, maka gugurlah
kewajiban lainnya. Oleh karena itu, konsep berdirinya negara (imamah) dalam
Aswaja tidaklah termasuk salah satu pilar (rukun) keimanan sebagaiman yang
diyakini oleh Syi'ah. Namun, Aswaja juga tidak membiarkan yang diakui oleh umat
(rakyat). Hal ini berbeda dengan Khawarij yang membolehkan komunitas umat Islam
tanpa adanya seorang Imam apabila umat itu sudah bisa mengatur dirinya sendiri.
Aswaja tidak memiliki patokan
yang baku tentang negara. Suatu negara diberi kebebasan menentukan bentuk
pemerintahannya, bisa demokrasi, kerajaan, teokrasi ataupun bentuk yang
lainnya. Aswaja hanya memberikan kriteria (syarat-syarat) yang harus dipenuhi
oleh suatu negara. Sepanjang persyaratan tegaknya negara tersebut terpenuhi,
maka negara tersebut bisa diterima sebagai pemerintahan yang sah dengan tidak
mempedulikan bentuk negara tersebut. Sebaliknya, meskipun suatu negara memakai
bendera Islam, tetapi di dalamnya terjadi banyak penyimpangan dan penyelewengan
serta menginjak-injak sistem pemerintahan yang berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan, maka praktik semacam itu tidaklah dibenarkan dalam Aswaja.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dalam pembahasan makalah diatas,
maka dapat kami simpulkan bahwa Dalam konteks Islam rahmatan lil'alamin, Islam
telah mengatur tats hubungan menyangkut aspek teologis, ritual, sosial, dan
humanitas. Dalam segi teologis, Islam memberi rumusan tegas yang harus diyakini
oleh setiap pemeluknya, tetapi hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk
memaksa nonmuslim memeluk Islam. Begitu halnya dalam tataran ritual yang memang
sudah ditentukan operasionalnya dalam Alquran dan Hadits.
Namun, dalam konteks sosial, Islam
sesungguhnya hanya berbicara mengenai ketentuan-ketentuan dasar atau
pilar-pilamya yang pener emahan operasionalnya secara detail dan komprehensif
tergantung pads kesepakatan dan pemahaman masing-masing komunitas, yang tentu
memiliki keunikan berdasarkan keberagaman lokalitas nilai dan sejarah yang
dimilikinya. Entitas Islam sebagai rahmat lil'alamin mengakui eksistensi
pluralitas karena Islam memandang pluralitas sebagai sunnatullah, yaitu fungsi
pengujian Allah pads manusia, fakta sosial, dan rekayasa sosial (social
engineering) kemajuan umat manusia. Wallahu a'lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar