• Loading...

    Artikel Terbaru

    Munasabah

    Pengertian Munasabah

    Secara etimologi, munasabah berasal dari bahasa arab dari asal kata nasaba-yunasibu-munasabahan yang berarti musyakalah (keserupaan) [1], dan muqarabah. Lebih jelas mengenai pengertian munasabah secara  etimologis disebutkan dalam kitab Al burhan fi ulumil Qur”an bahwa munasabah merupakan ilmu yag mulia yang menjadi teka-teki akal fikiran, dan yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai (kedudukan) pembicara terhadap apa yang di ucapkan.

    Sedangkan secara terminologis definisi yang beragam muncul dari kalangan para ulama terkait dengan ilmu munasabah ini. Imam Zarkasyi salah satunya, memaknai munasabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafal-lafal umum dan lafal lafal khusus, atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, illat dan ma’lul, kemiripan ayat pertentangan (ta’arudh). [2]

    Manna Al-Qathan dalam mabahis fi ulum Al-Qur’an menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan munasabah dalam pembahasan ini adalah segi-segi hubungan antara satu kata dengan kata yang lain dan satu ayat dengan ayat yang lain atau antara satu surat dengan surat yang lain. Menurut M Hasbi Ash Shiddieq membatasi pengertian munasabah kepada ayat-ayat atau antar ayat saja.

    Dalam pengertian istilah, munasabah diartikan sebagai ilmu yang membahas hikmah korelasi urutan ayat Al-Qur’an atau dengan kalimat lain, munasabah adalah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antar surat atau ayat yang dapat diterima oleh akal. Dengan demikian diharapkan ilmu ini dapat menyingkap rahasia illahi, sekaligus sanggahanya, bagi mereka yang meragukan Al-Qur’an sebagai wahyu.  [3]
    Untuk membuktikan apakah ada hubungan antara surat atau ayat dengan surat atau ayat lain dalam al-Qu’an berikut beberapa contoh.
    a). Hubungan surat al-‘Alaq [96] dengan surat al-Qadar [97]. Dalam surat al-‘Alaq, nabi dan umatnya disuruh membaca (iqra), yang harus dibaca itu banyak sekali di antaranya adalah al-Qur’an. Maka wajarlah jika surat berikutnya adalah surat al-Qadar yang menjelaskan turunya al-Qur’an. Inilah keserasian susunan surat dalam al-Qur’an.
    b). Hubungan surat al-Baqarah dengan surat al-Fatihah. Pada awal surat al-Baqarah tertulis “kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan di dalamnya. Pada surat al-Fatihah tercantum kalimat “tunjukilah kami jalan yang lurus,”ini berarti bahwa ketika mereka meminta “tunjukilah kami jalan yang lurus,” maka Allah menjawab: jalan lurus yang kalian minta ini adalah al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalamnya.”
    c). Keserasian surat al-Kautsar [108] dengan surat al-Ma’un [107]. Hubungan ini adalah hubungan dua hal yang berlawanan. Dalam surat al-Ma’un, Allah menjelaskan sifat-sifat orang munafik; bakhil (tidak memberi makan fakir miskin dan anak yatim), meninggalkan shalat, riya, (suka pamer), dan tidak mau membayar zakat. Dalam surat al-Kautsar Allah mengatakan “sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu banyak sekali (lawan dari bakhil, mangapa kamu bakhil?, tetaplah menegakkan shalat); shalat kamu itu hendaklah karena Allah saja, dan berkorbanlah, lawan dari enggan membayar zakat. Inilah keserasian yang amat mengagumkan sebagai petanda adanya hikmah dalam susunan surat-surat dalam al-Qur’an.
    1.            C.     Cara Mengetahui Munasabah
    Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejarah munculnya kajian tentang munasabah tidak terjadi pada masa Rasulullah, melainkan setelah berlalu sekitar tiga atau empat abad setelah masa beliau. Hal ini berarti, bahwa kajian ini bersifat taufiqi(pendapat para ulama). Karena itu, keberadaannya tetepa sebagai hasil pemikiran manusia (para ahli Ulumul-Qur’an) yang bersifat relatif, mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Sama halnya dengan hasil pemikiran manusia pada uumnya, yang bersifat relative (Zhanniy).
    Sungguhpun keberadaannya mengandung nilai kebenaran yang relatif, namun dasar pemikiran tentang adanya munasabah dalam al-Qur’an ini berpijak pada prinsip yang bersifat obsolut. Yaitu suatu prinsip, bahwa tartib (susunan) ayat-ayat al-Qur’an, sebagaimana kita lihat sekarang adalah bersifat Tauqifi yakni suatu susunan yang disampaikan oleh Rasulullah berdasarkan petunjuk dari Allah (wahyu), bukan susunan manusia, atas dasar pemikiran inilah, maka sesuatu yang disusun oleh Dzat Yang Maha Agung tentunya berupa susunan yang sangat teliti dan mengandung nilai-nilai filosofis (hikmah) yang sangat tinggi pula. Oleh sebab itu, secara sistimatis tentulah dalam susunan ayat-ayat al-Qur’an terdapat korelasi, keterkaitan makna (munasabah) antara suatu ayat dengan ayat dengan ayat sebelumnya atau ayat sesudahnya. Karena itu pula, sebagaimana ulama menamakah ilmu munasabah ini dengan ilmu tentang rahasia/hikmah susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an.
    Asy-Syatibi menjelaskan bahwa satu surat, walaupun dapat mengandung banyak masalah namun masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga seseorang hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangan pada awal surat, tetapi hendaknya memperhatikan pula akhir surah atau sebaliknya. Karena bila tidak demikian, akan terabaikan maksud ayat-ayat yang diturunkan itu.
    Mengetahui hubungan antara suatu ayat atau surah lain (sebelum atau sesudahnya) tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat. Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surah-surah itu dapat pula membantu kita memahami dengan tepat ayat-ayat dan surah-surah yang bersangkutan.
    Ilmu ini dapat berperan mengganti ilmu asbabul nuzul, apabila kita tidak dapat mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi kita bias mengetahui adanya relevansi ayat itu dengan yang lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul masalah mana yang didahulukan antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan mengetahui hubungan antara ayat itu dengan yang lainnya.
    Tentang masalah ilmu munasabah di kalangan ulama’ terjadi perbedaan pendapat, bahwa setiap ayat atau surat selalu ada relevansinya dengan ayat atau surat lain. Ada pula yang menyatakan bahwa hubungan itu tidak selalu ada. Tetapi sebagian besar ayat-ayat dan surah-surah ada hubungannya satu sama lain. Ada pula yang berpendapat bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain, tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan surat lainnya.
    Muhammad Izah Daruzah mengatakan bahwa semula orang menyangka antara satu ayat atau surat dengan ayat atau surat yang lain tidak memiliki hubungan antara keduanya. Tetapi kenyataannya, bahwa sebagian besar ayat-ayat dan surat-surat itu ada hubungan antara satu dengan yang lain.


    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Diberdayakan oleh Blogger.

    Comment

    Artikel Terbaru

    Beauty

    Total Tayangan Halaman

    Travel